Rupiah Tertekan ke Level Terendah Usai Tarif Resiprokal Trump

Rabu, 09 April 2025 | 13:38:04 WIB
Foto: Ilustrasi Nilai Tukar Dolar

JAKARTA - Nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) terus memberikan tekanan berat pada rupiah menyusul pengumuman tarif resiprokal oleh Presiden AS Donald Trump terhadap ratusan negara, termasuk Indonesia. Mata uang "Paman Sam" kini mendekati level Rp 17.000, memicu sorotan luas dari media internasional dan kekhawatiran di pasar domestik.

The Economic Times melaporkan bahwa rupiah anjlok 1,8% ke rekor terendah Rp 16.850 per dolar pada perdagangan Selasa (8/4/2025), melampaui titik terlemah saat Krisis Keuangan Asia 1997-1998. “Rupiah jatuh ke level terendah sepanjang sejarah,” tulis media tersebut berdasarkan data LSEG. Bank Indonesia (BI) disebut telah melakukan intervensi agresif di pasar valuta asing spot, domestic non-deliverable forward (NDF), obligasi, dan NDF luar negeri untuk menstabilkan rupiah. Namun, analis memprediksi penurunan lebih lanjut meski bursa saham menerapkan aturan untuk mencegah aksi jual besar-besaran.

Pasar saham Indonesia juga terdampak signifikan. The Economic Times mencatat indeks utama anjlok 9,2% ke level terendah sejak Juni 2021 pada awal perdagangan Selasa (8/4), memicu trading halt selama 30 menit. Setelah pencabutan penghentian, indeks memangkas sebagian kerugian namun tetap ditutup turun 8,5% pada pukul 03.10 GMT.

Channel News Asia (CNA) turut menyoroti ambruknya rupiah segera setelah pasar dibuka kembali pasca-libur panjang. “Rupiah jatuh 1,8% ke rekor terendah akibat gejolak pasar global yang dipicu tarif AS,” tulis CNA. Pasar Indonesia, yang sempat tutup sejak 27 Maret, langsung bereaksi terhadap pengumuman tarif minggu lalu, termasuk tarif 32% untuk produk Indonesia, saat kembali beroperasi pada Selasa.

Sementara itu, Al-Jazeera mengambil perspektif lebih luas, mencatat pelemahan rupiah sejak pelantikan Presiden Prabowo Subianto pada Oktober 2024. “Nilai tukar rupiah merosot sekitar 8% terhadap dolar sejak Oktober,” ungkap media tersebut, menyebut posisi saat ini sebagai yang terlemah sepanjang sejarah, mirip krisis 1997-1998. Al-Jazeera menambahkan bahwa penurunan ini mulai terasa sebelum pengumuman tarif Trump, namun semakin diperparah oleh ketidakpastian pasar global akibat kebijakan tersebut. “Ini mencerminkan keyakinan investor terhadap keputusan ekonomi kepemimpinan saat ini,” kata Achmad Sukarsono, analis dari Control Risks di Singapura, kepada Al-Jazeera.

Kondisi ini mengingatkan pada krisis 1998, yang mengakhiri era otoriter Presiden Soeharto. Tekanan ganda dari kebijakan luar negeri dan dinamika domestik kini menjadi ujian besar bagi stabilitas ekonomi Indonesia.

(kkz/kkz)

Terkini