Transisi Energi Bersih Dorong Lapangan Kerja dan Kurangi Emisi

Kamis, 02 Oktober 2025 | 08:01:35 WIB
Transisi Energi Bersih Dorong Lapangan Kerja dan Kurangi Emisi

JAKARTA - Di tengah tekanan politik global dan ketidakpastian ekonomi, transisi menuju energi bersih semakin dianggap sebagai kebutuhan mendesak, terutama di negara berkembang. Langkah ini bukan sekadar mengurangi emisi, melainkan juga membuka peluang ekonomi baru sekaligus memperkuat ketahanan energi.

Global Energy Alliance for People and Planet (GEAPP) menegaskan, kolaborasi lintas sektor menjadi kunci percepatan peralihan energi. Melibatkan pemerintah, swasta, hingga filantropi, kerja sama ini diyakini dapat memperluas akses energi, menambah lapangan kerja, serta mempercepat pengurangan emisi karbon dalam skala besar.

Peran GEAPP dalam Transisi Energi

Sejak pertama kali diluncurkan pada Konferensi Iklim PBB (COP26) tahun 2021, GEAPP telah menyalurkan lebih dari USD 503 juta dalam bentuk dana katalitik. Dana ini kemudian memobilisasi investasi global hingga mencapai USD 7,8 miliar.

Hingga kini, tercatat ada 137 proyek yang tersebar di lebih dari 30 negara. Proyek-proyek tersebut ditargetkan menjangkau 91 juta orang, menciptakan 3,1 juta lapangan kerja baru, serta mencegah emisi karbon hampir 300 juta ton.

Angka ini menunjukkan bagaimana investasi pada energi bersih bukan hanya soal lingkungan, tetapi juga mampu menggerakkan roda ekonomi. Dengan dukungan internasional, negara berkembang diharapkan lebih cepat keluar dari ketergantungan energi fosil yang masih mendominasi.

Asia Tenggara Jadi Fokus Utama

Salah satu kawasan yang menjadi sorotan adalah Asia Tenggara. Kebutuhan elektrifikasi terus meningkat, sementara ketergantungan pada energi fosil masih tinggi. Di sisi lain, jaringan listrik yang belum modern serta minimnya pembiayaan iklim juga menambah tantangan.

Untuk mengatasi hambatan itu, GEAPP bersama mitra global telah menggelontorkan dana sebesar USD 1,7 miliar. Dana tersebut mendukung 37 proyek di kawasan ini yang fokus pada akses energi, penciptaan lapangan kerja, dan pengurangan emisi karbon.

Langkah ini menjadi penting mengingat Asia Tenggara adalah pusat pertumbuhan ekonomi dengan konsumsi energi yang kian besar. Tanpa transformasi yang nyata, kawasan ini berisiko terjebak dalam ketergantungan energi fosil lebih lama.

Indonesia Sebagai Laboratorium Transisi Energi

Indonesia disebut sebagai contoh nyata dari transformasi energi di kawasan. Sejumlah proyek percontohan tengah dijalankan untuk mempercepat transisi menuju energi terbarukan.

Salah satunya adalah sistem penyimpanan energi baterai (BESS) pertama yang terhubung ke jaringan listrik nasional. Proyek ini dipasangkan dengan Pembangkit Listrik Tenaga Angin berkapasitas 72,6 MW, dengan target memperkuat keandalan listrik bagi 4,3 juta orang.

Selain itu, program De-dieselisasi PLN juga sedang berjalan. Program ini mengonversi lebih dari 5.000 pembangkit listrik diesel menjadi pembangkit berbasis energi terbarukan. Ada juga proyek Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) terapung di Batam yang diproyeksikan sebagai pionir pemanfaatan energi surya di wilayah kepulauan.

Tak hanya itu, di Maluku dijalankan inisiatif REAL yang menghubungkan energi bersih dengan aktivitas ekonomi lokal. Salah satu manfaatnya adalah menyediakan fasilitas pendingin ikan bagi nelayan, sehingga energi bersih juga berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat.

Dukungan untuk Just Energy Transition Indonesia

GEAPP juga mendukung skema Just Energy Transition (JET) di Indonesia. Dukungan ini diberikan dalam bentuk keahlian teknis dan pembiayaan campuran.

Beberapa hal yang termasuk di dalamnya adalah perencanaan penghentian bertahap pembangkit batubara, penyusunan peta jalan transisi energi, hingga pengembangan proyek energi terbarukan berskala besar.

Langkah ini diharapkan tidak hanya mempercepat transisi, tetapi juga menjamin bahwa proses peralihan berlangsung adil serta melibatkan semua pemangku kepentingan.

Tantangan Pembiayaan Masih Menjadi Kendala

Meski banyak langkah konkret telah dilakukan, sejumlah tantangan masih membayangi. Salah satunya adalah masalah pembiayaan.

Wakil Presiden GEAPP Asia Tenggara, Kitty Bu, menegaskan bahwa transisi energi bersih tidak bisa dilakukan secara terpisah. “Transisi energi bersih tidak bisa dicapai secara terpisah. Butuh koordinasi antara pemerintah, bank pembangunan, swasta, dan komunitas lokal,” katanya.

Koordinasi lintas pihak menjadi syarat mutlak agar proyek-proyek energi terbarukan benar-benar bisa berjalan efektif dan memberi manfaat luas.

Kerangka Regional dan Dampak Sosial

Upaya di tingkat regional juga diarahkan melalui kerangka ASEAN Power Grid. Dengan memanfaatkan jaringan listrik terintegrasi, diperkirakan kapasitas energi terbarukan bisa bertambah lebih dari 13 gigawatt. Selain itu, emisi karbon berpotensi dipangkas hingga 100 juta ton.

Namun, transisi energi bukan hanya soal teknologi semata. Laporan GEAPP menekankan pentingnya aspek keadilan sosial dan inklusi ekonomi. Energi bersih harus mampu menciptakan peluang kerja baru dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, bukan hanya sekadar mengganti sumber energi lama.

Jika dikelola dengan kolaborasi kuat, transisi ini dapat mengurangi ketergantungan pada energi fosil dan pada saat yang sama membangun fondasi pembangunan berkelanjutan. Negara berkembang, termasuk Indonesia, memiliki kesempatan besar untuk menjadikan transisi energi bersih sebagai momentum pertumbuhan ekonomi yang tangguh.

Transisi energi bersih di negara berkembang kini semakin nyata. Dengan dukungan investasi, teknologi, dan kerja sama global, jalan menuju energi ramah lingkungan menjadi semakin terbuka.

Tantangan memang masih ada, terutama dalam hal pembiayaan dan koordinasi antar pihak. Namun, jika kolaborasi dapat diperkuat, maka manfaat ganda bisa diraih: mengurangi emisi, membuka lapangan kerja, sekaligus membangun masa depan energi yang berkelanjutan.

Terkini