Dishub DKI Evaluasi Tarif TransJakarta Demi Layanan Berkelanjutan

Jumat, 10 Oktober 2025 | 14:38:02 WIB
Dishub DKI Evaluasi Tarif TransJakarta Demi Layanan Berkelanjutan

JAKARTA - Dinas Perhubungan (Dishub) Provinsi Jakarta tengah melakukan evaluasi menyeluruh terhadap tarif transportasi umum di Ibu Kota. Kepala Dishub DKI Jakarta, Syafrin Liputo, menegaskan bahwa penyesuaian tarif TransJakarta sudah mulai dibutuhkan mengingat harga tiket bus tersebut tidak berubah selama dua dekade terakhir, sementara biaya operasional dan inflasi terus meningkat.

Dalam kesempatan yang sama, Syafrin menegaskan bahwa tarif MRT dan LRT Jakarta tidak akan mengalami kenaikan. Keputusan ini diambil berdasarkan hasil kajian mengenai kemampuan dan kesediaan masyarakat untuk membayar (willingness to pay dan ability to pay), yang masih sesuai dengan tarif yang berlaku saat ini.

“Saya pastikan tarif MRT dan LRT tidak naik, karena berdasarkan kajian perhitungan, analisis willingness to pay dan ability to pay penggunanya masih dalam batas tarif yang berlaku saat ini,” kata Syafrin saat menjadi pembicara dalam acara MRT Fellowship Program 2025 di Jakarta, Kamis, 9 Oktober 2025.

Menurutnya, jika melihat hitungan keekonomian, tarif ideal MRT sebenarnya mencapai Rp13.000 per perjalanan. Namun, masyarakat hanya membayar Rp7.000 berkat adanya subsidi pemerintah daerah. “Subsidi tahun 2024 rata-rata per pelanggan sekitar Rp6.000. Jadi dari sisi perhitungan, itu masih masuk dan tidak ada kenaikan tarif untuk MRT maupun LRT,” jelasnya.

TransJakarta Perlu Penyesuaian Setelah 20 Tahun

Berbeda dengan MRT dan LRT, tarif TransJakarta menjadi perhatian utama Dishub DKI karena sudah 20 tahun tidak mengalami penyesuaian harga. Sejak pertama kali beroperasi pada 2004, tarif bus berwarna oranye ini masih bertahan di angka Rp3.500.

“Tarif TransJakarta yang berlaku saat ini ditetapkan pada 20 tahun lalu, sebesar Rp3.500,” ujar Syafrin. Ia menambahkan, jika dibandingkan dengan kondisi ekonomi saat ini, terutama kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP), terdapat selisih yang cukup besar.

“Kalau kita melihat angka UMP saat itu dengan sekarang, kenaikannya sudah enam kali lipat. Jadi jika sekarang UMP Rp5,3 juta, dibagi enam, itulah tarif UMP tahun 2005,” ujarnya menjelaskan konteks historis perbandingan tarif tersebut.

Kenaikan Inflasi Dorong Evaluasi Tarif

Lebih lanjut, Syafrin menguraikan bahwa dalam kurun waktu dua dekade, tingkat inflasi di Jakarta mencapai rata-rata 5,4% per tahun. Jika dihitung kumulatif selama 20 tahun, total kenaikan inflasi mencapai 186,7%. Dengan kata lain, harga barang-barang saat ini sudah 2,8 kali lipat lebih tinggi dibanding tahun 2005.

“Jadi 2,8 kali lipat harga barang naik dari tahun 2005 ke 2025, 20 tahun, dan oleh sebab itu tentu penyesuaian tarif itu dibutuhkan,” tegas Syafrin.

Ia menekankan bahwa evaluasi tarif bukan semata-mata untuk menaikkan pendapatan operator, melainkan demi menjaga keberlanjutan sistem transportasi publik Jakarta.

“Kenapa disesuaikan? Karena kita harus menjaga keberlanjutan layanan. Karena layanan itu harus ada yang namanya Cost Recovery Minimum. Untuk kemudian selebihnya bisa ditutup dengan subsidi. Jadi itu hitungan analisis kita,” jelas Syafrin.

Layanan Transportasi Umum Jakarta Sudah Capai 91,8%

Meskipun sedang mengevaluasi aspek tarif, Dishub DKI menegaskan bahwa kualitas dan jangkauan layanan transportasi umum di Jakarta kini terus membaik. Syafrin menyebutkan bahwa cakupan konektivitas antar moda transportasi sudah mencapai 91,8%, mencakup layanan MRT, LRT, TransJakarta, Jaklingko, dan KRL.

“Sekarang cakupan layanan kita sudah di angka 91,8%. Jadi warga Jakarta, jika kita distribusi populasi se-Jakarta, 91,8% sudah terlayani oleh angkutan umum,” tuturnya.

Konektivitas yang semakin luas ini, menurut Syafrin, menjadi bukti bahwa integrasi antar moda transportasi di Jakarta berjalan baik. Hal ini juga berdampak langsung pada peningkatan mobilitas warga serta pengurangan penggunaan kendaraan pribadi.

Dishub DKI menargetkan agar pada tahun-tahun mendatang, akses terhadap transportasi umum bisa mendekati 100% dengan memperluas rute dan menambah titik transit antar moda.

Menjaga Keseimbangan antara Kualitas dan Keterjangkauan

Dalam konteks pembangunan transportasi berkelanjutan, pemerintah daerah dihadapkan pada dilema klasik: meningkatkan kualitas layanan tanpa membebani pengguna dengan tarif tinggi.

Menurut Syafrin, prinsip dasar yang digunakan Dishub DKI adalah menjaga keseimbangan antara efisiensi operasional dan kemampuan masyarakat membayar. Subsidi tetap menjadi instrumen utama agar layanan transportasi umum tetap terjangkau bagi semua kalangan.

“Tarif yang berlaku saat ini memang masih bisa dijaga karena adanya dukungan subsidi dari pemerintah. Tapi tetap harus ada evaluasi berkala untuk memastikan bahwa layanan publik bisa berkelanjutan,” ungkapnya.

Ia menambahkan bahwa setiap keputusan terkait tarif akan diambil secara hati-hati dengan mempertimbangkan aspek sosial, ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat.

Kebijakan Transportasi dan Masa Depan Mobilitas Jakarta

Kebijakan evaluasi tarif TransJakarta ini menjadi bagian dari upaya pemerintah dalam membangun ekosistem transportasi publik yang efisien, terintegrasi, dan berkelanjutan. Dishub DKI berharap, dengan pendekatan yang adaptif terhadap kondisi ekonomi, layanan publik dapat terus berkembang tanpa mengorbankan aksesibilitas warga.

Syafrin juga menegaskan, kebijakan tarif nantinya akan didukung dengan strategi perbaikan armada, integrasi digital tiket antar moda, serta penguatan sistem JakLingko sebagai tulang punggung transportasi terhubung Jakarta.

Dengan langkah tersebut, Dishub DKI optimistis bahwa transportasi publik Jakarta akan menjadi pilihan utama masyarakat, sekaligus mendorong tercapainya target pengurangan emisi karbon dan kemacetan di wilayah metropolitan ini.

Terkini