Kamis, 02 Oktober 2025

PT Bukit Asam Perkuat Transisi Energi Lewat Co-firing

PT Bukit Asam Perkuat Transisi Energi Lewat Co-firing
PT Bukit Asam Perkuat Transisi Energi Lewat Co-firing

JAKARTA - PT Bukit Asam Tbk (PTBA) kembali menunjukkan komitmennya dalam mendukung transisi energi nasional dengan menguji coba teknologi co-firing wood pellet di pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) mulut tambang berkapasitas 3x10 megawatt di Tanjung Enim, Sumatera Selatan. 

Uji coba berlangsung dari Senin, 22 September 2025 hingga Kamis, 25 September 2025. Upaya ini merupakan bagian penting dari langkah PTBA dalam mendukung dekarbonisasi serta memperluas penggunaan sumber energi terbarukan sebagai bahan bakar pembangkit listrik.

Co-firing sendiri adalah teknologi pencampuran batubara dengan biomassa. Dengan metode ini, pembakaran batubara tidak lagi dilakukan secara murni, melainkan dicampur dengan bahan bakar biomassa berupa wood pellet. 

Baca Juga

Ekspansi Batu Bara Sarana Mitra Luas Siap Genjot Pendapatan Mulai 2026

Dengan demikian, emisi karbon yang dihasilkan dapat ditekan secara signifikan. Selain itu, teknologi ini juga memungkinkan pemanfaatan limbah dan bahan organik dari sektor kehutanan sebagai sumber energi alternatif ramah lingkungan.

Pemanfaatan Limbah Kehutanan untuk Energi Terbarukan

Dalam uji coba yang dilakukan di PLTU Tanjung Enim, PTBA menggunakan wood pellet yang berasal dari hasil pembersihan lahan (land clearing) tanaman pulai, akasia, dan puspa. Limbah dari industri kehutanan ini diolah menjadi pelet kayu yang siap digunakan sebagai campuran bahan bakar pembangkit listrik.

Lebih lanjut, PTBA juga tengah menyiapkan pasokan biomassa dari tanaman kaliandra merah yang ditanam di lahan pascatambang. 

Tanaman ini diharapkan dapat memberikan suplai biomass yang berkelanjutan di masa mendatang, sehingga mendukung kesinambungan penggunaan teknologi co-firing secara lebih luas.

Direktur Hilirisasi dan Diversifikasi Produk PTBA, Turino Yulianto, menegaskan bahwa inovasi ini merupakan bagian dari kontribusi nyata PTBA untuk mendukung energi bersih. “Pemanfaatan wood pellet bukan sekadar inovasi teknologi, melainkan bagian dari kontribusi nyata perusahaan terhadap masa depan energi bersih,” ujarnya.

Mendukung Target Net Zero Emission

Uji coba co-firing wood pellet ini merupakan langkah penting bagi PTBA dalam memastikan kesiapan teknis, keselamatan, dan keandalan operasional penggunaan biomassa sebagai campuran bahan bakar di PLTU. 

Selain itu, inovasi ini juga merupakan respons terhadap komitmen pemerintah dalam menekan emisi karbon dan memperkuat ketahanan energi nasional.

Dengan memanfaatkan biomassa sebagai bahan bakar campuran, PTBA tidak hanya menghadirkan solusi energi alternatif, tetapi juga berkontribusi pada pencapaian target Indonesia menuju net zero emission. 

“Perusahaan yang dulu identik dengan batubara kini semakin mantap meneguhkan identitas barunya sebagai pemain utama dalam transisi menuju energi bersih,” ujar Turino.

Pentingnya Kehati-hatian dalam Transisi Energi

Meski co-firing menawarkan solusi yang menjanjikan, Direktur Eksekutif Center for Energy Security Studies (CESS), Ali Ahmudi Achyak, mengingatkan bahwa proses transisi energi harus dilakukan dengan kehati-hatian. 

Menurut Ali, transisi energi merupakan mandat internasional yang harus dijalankan oleh seluruh negara sebagai upaya global menurunkan emisi dan mengatasi perubahan iklim.

Namun, Ali menegaskan ada tiga aspek penting yang harus diperhatikan dalam proses transisi energi, yaitu ketersediaan energi, keekonomian harga, dan keberlanjutan lingkungan. 

“Ketersediaan energi harus terjamin, karena kelangkaan bahan bakar dapat menimbulkan gangguan besar. Energi yang dihasilkan juga harus terjangkau dan ramah lingkungan,” katanya.

Co-firing sebagai Solusi Jangka Menengah

Saat ini, sebagian besar listrik nasional, yakni sekitar 55-56 persen, masih dipasok dari pembangkit listrik tenaga uap berbahan bakar batubara. Indonesia memiliki lebih dari 200 PLTU dengan 114 di antaranya berkapasitas besar. 

Ketergantungan yang tinggi terhadap batubara membuat pemadaman PLTU secara langsung menimbulkan tantangan besar bagi ketahanan energi nasional.

Karena alasan itulah co-firing menjadi solusi jangka menengah yang efektif, menggabungkan pemanfaatan biomassa dengan batubara untuk menurunkan emisi tanpa mengorbankan ketersediaan listrik. 

Sebagai contoh, penggunaan wood-chip sebagai campuran batubara di PLTU Air Anyir, Kabupaten Bangka, dapat menghemat batubara hingga 10 persen dengan bauran biomassa sekitar 5 persen. PLTU ini membutuhkan pasokan wood-chip sebanyak 1.500 hingga 1.800 ton per bulan.

PTBA juga telah membangun dan mengoperasikan pabrik wood pellet dengan kapasitas khusus untuk memenuhi kebutuhan co-firing di berbagai PLTU. Dengan demikian, penyediaan bahan bakar biomassa dapat lebih terjamin keberlanjutannya.

Potensi dan Tantangan Teknologi Co-firing

Pemanfaatan co-firing dapat mencapai bauran biomassa 5-10 persen, bahkan hingga 15 persen. Namun, hal ini harus dilakukan dengan modifikasi teknologi boiler di PLTU agar pembakaran campuran berjalan optimal dan efisien. 

Turino menambahkan, selain menurunkan emisi, co-firing dalam beberapa kasus dapat meningkatkan efisiensi pembangkit listrik tenaga uap.

Meski menjanjikan, tantangan tidak dapat diabaikan. Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (Pushep), Bisman Bakhtiar, menyebutkan bahwa tantangan utama adalah teknologi dan biaya investasi. Selain itu, harga listrik dari energi terbarukan saat ini belum kompetitif di Indonesia.

“Harga listrik energi terbarukan masih lebih tinggi dibandingkan batubara, karena sistem kelistrikan Indonesia menganut sistem pembeli tunggal (single buyer), yaitu PLN. Semua listrik yang dihasilkan oleh pembangkit, baik swasta maupun non-swasta, dibeli oleh PLN dengan harga standar berbasis batubara sekitar 8 sen dollar AS per kWh,” jelas Bisman.

Regulasi dan Insentif untuk Mendukung Energi Terbarukan

Untuk mengatasi kendala tersebut, diperlukan regulasi yang mendukung tata niaga energi terbarukan secara efisien. 

Selain itu, pemerintah perlu memberikan insentif fiskal maupun nonfiskal serta mempermudah perizinan dan pengurusan pertanahan agar biaya investasi dapat ditekan.

Dorongan produksi massal komponen energi terbarukan, seperti panel surya, juga penting agar harga menjadi lebih kompetitif. 

Pemerintah bersama badan usaha milik negara (BUMN) dapat mengambil peran dalam memproduksi komponen-komponen tersebut dalam skala besar untuk mempercepat penetrasi energi terbarukan.

Dengan uji coba co-firing wood pellet, PT Bukit Asam menegaskan posisinya sebagai pemain utama dalam transisi energi bersih. 

Inovasi ini bukan hanya menjadi strategi pengurangan emisi karbon, tetapi juga wujud nyata transformasi industri energi nasional menuju masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan.

Sindi

Sindi

indikatorbisnis.com adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.

Rekomendasi

Berita Lainnya

PT Timah Tetapkan Nilai Imbal Jasa Penambangan Terbaru

PT Timah Tetapkan Nilai Imbal Jasa Penambangan Terbaru

Kilang Minyak Eropa Genjot Investasi Energi Bersih Terbarukan

Kilang Minyak Eropa Genjot Investasi Energi Bersih Terbarukan

PLTU Batang Sukses Raih Tiga Penghargaan CSR 2025

PLTU Batang Sukses Raih Tiga Penghargaan CSR 2025

Rencana Baru Pemerintah: Satu Harga Gas 3 Kg Mulai 2026

Rencana Baru Pemerintah: Satu Harga Gas 3 Kg Mulai 2026

Harga Batu Bara Acuan Oktober 2025 Naik ke USD 106,94

Harga Batu Bara Acuan Oktober 2025 Naik ke USD 106,94