
JAKARTA - Program sektor perumahan menjadi sorotan utama dalam agenda Presiden Prabowo Subianto untuk periode 2025–2029.
Dalam kerangka besar Asta Cita, pemerintah menetapkan sektor ini sebagai prioritas utama dalam mewujudkan pemerataan ekonomi.
Dengan mengintegrasikan subsidi fiskal, insentif moneter, serta reformasi regulasi, strategi ini diharapkan tidak hanya memperluas akses kepemilikan rumah, namun juga mendorong tumbuhnya sektor UMKM yang terlibat di sepanjang rantai nilai konstruksi.
Baca JugaEkspansi Batu Bara Sarana Mitra Luas Siap Genjot Pendapatan Mulai 2026
Kebijakan ini dinilai strategis karena mampu menciptakan efek ganda: memperkuat daya beli masyarakat dan mendorong sektor produktif. Khususnya bagi perbankan yang memiliki fokus pada kredit perumahan, peluang pertumbuhan dinilai sangat menjanjikan.
Namun, capaian tersebut akan sangat bergantung pada kualitas pelaksanaan program dan kemampuan regulator dalam menyediakan likuiditas yang memadai.
Dukungan FLPP Menguat, Target Naik Drastis di 2025
Salah satu program utama dalam kebijakan ini adalah Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang mengalami peningkatan kuota secara signifikan.
Untuk tahun 2025, kuota FLPP ditingkatkan dari 220.000 unit menjadi 350.000 unit. Angka ini menandakan lonjakan target yang cukup ambisius.
Dalam laporan kajian BNI Sekuritas, disebutkan bahwa hingga pertengahan Agustus, penyaluran telah mencapai sekitar 150.000 unit. Hal ini berarti bahwa volume penyaluran per bulan harus digandakan untuk mencapai target akhir tahun.
Pemerintah juga memberikan sinyal bahwa target 350.000 unit ini akan tetap dipertahankan dalam anggaran tahun 2026.
Selain peningkatan kuota, kebijakan ini juga mencakup pelonggaran kriteria penerima manfaat. Berdasarkan Permen PKP 5/2025, batas ambang kelayakan pendapatan dinaikkan secara signifikan. Di wilayah Jabodetabek, batas pendapatan dinaikkan menjadi Rp14 juta per bulan, sehingga memperluas jangkauan calon penerima program.
Tantangan Pengembang dan Margin Tipis
Meskipun terdapat perluasan akses dari sisi permintaan, tantangan tetap ada di sisi penawaran. Harga rumah bersubsidi (price cap) tetap dipertahankan, sehingga margin keuntungan bagi pengembang menjadi terbatas.
Hal ini dapat menimbulkan ketidakseimbangan antara supply dan demand, karena pengembang mungkin enggan membangun rumah subsidi dengan margin yang terlalu tipis.
Bagi sektor perbankan, program FLPP memberikan margin bunga yang lebih kecil dibandingkan Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) komersial.
Namun demikian, pertumbuhan volume tetap terjamin karena ditopang oleh subsidi pemerintah dan dukungan likuiditas dari Bank Indonesia yang mencapai Rp80 triliun.
Pemerintah memilih untuk mempertahankan suku bunga FLPP pada level 5%, meskipun dalam skenario awal terdapat ekspektasi kenaikan suku bunga pinjaman KPR. Strategi ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk menjaga keterjangkauan pembiayaan perumahan.
Untuk mengatasi tekanan pada margin keuntungan atau Net Interest Margin (NIM), Bank BTN mengusulkan agar dukungan likuiditas dari pemerintah dinaikkan dari 75% menjadi 90%.
Apabila disetujui, hal ini akan memberikan sedikit kompensasi atas tekanan yang terjadi. Namun, karena pinjaman KPR memiliki tenor panjang dan perubahan komposisi portofolio terjadi secara bertahap, proyeksi Return on Equity (RoE) BTN diperkirakan tetap berada di kisaran 10% dalam dua tahun mendatang.
KUR Perumahan: Menyasar UMKM dalam Rantai Pasok
Selain FLPP, pemerintah juga meluncurkan program Kredit Usaha Rakyat (KUR) Perumahan dengan nilai mencapai Rp130 triliun. Program ini secara khusus menargetkan pelaku UMKM yang terlibat dalam rantai pasokan sektor perumahan, seperti kontraktor kecil, pemasok material, dan layanan pendukung lainnya.
KUR Perumahan menawarkan pinjaman dengan plafon lebih besar dan disertai subsidi bunga antara 5% hingga 10%. Skema ini dinilai lebih menarik bagi perbankan karena estimasi Return on Equity (RoE) bisa mencapai 18% hingga 31%.
Ini menunjukkan bahwa sektor perbankan dapat memperoleh imbal hasil yang lebih tinggi dibandingkan FLPP, meskipun tetap bergantung pada kualitas manajemen risiko dan implementasi di lapangan.
Kombinasi antara FLPP dan KUR Perumahan membentuk strategi jalur ganda (dual-track strategy) dalam mendorong pertumbuhan sektor perumahan.
FLPP menyasar sisi permintaan dengan memperluas akses masyarakat terhadap hunian layak, sementara KUR Perumahan mendorong sisi penawaran dengan memperkuat peran UMKM dalam pembangunan perumahan.
Risiko Eksekusi Masih Jadi PR Bersama
Walaupun desain kebijakan terstruktur dengan baik dan penuh insentif, pelaksanaannya di lapangan tetap menyimpan sejumlah tantangan.
Risiko utama yang dihadapi meliputi eksekusi teknis, koordinasi lintas lembaga, hingga ketepatan waktu penyaluran dana dan penyelesaian proyek.
Kendati demikian, strategi yang diusung oleh pemerintahan Prabowo Subianto menunjukkan arah yang progresif dan inklusif. Kebijakan ini tidak hanya bertumpu pada penyediaan rumah, tetapi juga menciptakan ekosistem ekonomi yang mendukung kesejahteraan masyarakat luas.
Dengan tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian dan pengawasan ketat, sektor perumahan diproyeksikan akan menjadi pilar pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan dalam lima tahun mendatang.

Sindi
indikatorbisnis.com adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Harga Emas Perhiasan 24 Karat Tetap Stabil, Investor dan Pembeli Menahan Langkah
- Kamis, 02 Oktober 2025