
JAKARTA - Kabar gembira datang bagi petani kelapa sawit di Kabupaten Aceh Singkil. Harga tandan buah segar (TBS) sawit tembus Rp2.550 per kilogram pada Rabu, 1 Oktober 2025. Kenaikan ini menjadi yang tertinggi dalam lima tahun terakhir, sehingga memberikan harapan baru bagi petani setempat.
Meski pada akhir 2021 lalu harga TBS pernah mencapai Rp3.000 per kilogram, setelah itu harga terus menurun dan hanya bertahan di kisaran Rp2.200 hingga Rp2.400 per kilogram. Kini, ketika harga kembali bergerak naik, semangat petani pun kembali tumbuh.
Anto, pemilik pengepul kelapa sawit UD Ram Alwi Hutabarat di Gosong Telaga Barat, Kecamatan Singkil Utara, mengingatkan agar petani tetap menjaga kualitas buah. “Untuk harga diantar Rp2.550 mohon jaga kualitas buah,” ujarnya.
Baca JugaEkspansi Batu Bara Sarana Mitra Luas Siap Genjot Pendapatan Mulai 2026
Harapan Petani di Tengah Tren Positif
Kenaikan harga ini terjadi setelah produksi sawit sempat turun akibat musim trek pada akhir Agustus 2025. Meski produksi belum sepenuhnya normal, harga TBS terus merangkak naik hingga awal Oktober ini. Kondisi tersebut memberikan keuntungan bagi petani karena hasil panen yang terbatas masih bisa dijual dengan harga lebih tinggi.
Syukurnya, saat produksi sawit mulai berangsur normal, harga tetap cenderung naik. Petani pun berharap harga bisa kembali menyentuh angka Rp3.000 per kilogram seperti yang pernah terjadi pada akhir 2021 lalu.
“Kalau bisa pengen juga merasakan kembali tiga ribu sawit sekilonya,” kata Rizal, seorang warga yang memiliki kebun sawit di Danau Paris dan Suro Makmur. Harapan itu tentu tidak berlebihan, mengingat kenaikan harga pupuk belakangan ini sempat menekan keuntungan petani. Dengan harga pupuk yang kini mulai turun, petani berharap kestabilan harga bisa terus terjaga.
Perputaran Ekonomi Masyarakat Ikut Terangkat
Kenaikan harga sawit tidak hanya berdampak langsung pada kesejahteraan petani, tetapi juga menggerakkan roda ekonomi di Kabupaten Aceh Singkil. Sekitar 70 persen penduduk daerah ini menggantungkan hidup dari perkebunan sawit. Artinya, setiap perubahan harga TBS akan sangat berpengaruh terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat.
Contohnya, warung kopi yang biasanya sepi kini menjadi lebih ramai. Para petani yang menikmati hasil panen bisa menghabiskan waktu bersantai sekaligus berbelanja. Lokasi wisata di daerah ini juga mengalami peningkatan kunjungan, terutama pada akhir pekan, karena warga memiliki dana lebih untuk hiburan.
Perputaran uang dari hasil sawit akhirnya menyebar ke berbagai sektor kecil, mulai dari pedagang, transportasi, hingga usaha kuliner. Fenomena ini menunjukkan betapa besar peran sawit sebagai penopang utama perekonomian lokal di Aceh Singkil.
Antara Optimisme dan Tantangan ke Depan
Walau kenaikan harga sawit disambut dengan rasa syukur, tantangan tetap ada. Salah satunya adalah menjaga kualitas buah yang dihasilkan. Harga yang baik harus diimbangi dengan pasokan TBS yang berkualitas agar pembeli tetap percaya dan pasar tetap stabil.
Selain itu, fluktuasi harga pupuk juga menjadi perhatian. Jika harga pupuk kembali melonjak, biaya produksi petani akan meningkat dan keuntungan menipis. Hal inilah yang membuat petani berharap agar harga pupuk tetap terjaga di level rendah.
Kondisi pasar global juga turut memengaruhi harga sawit. Jika permintaan internasional melemah, harga TBS bisa kembali terkoreksi. Oleh sebab itu, petani di Aceh Singkil sangat berharap dukungan kebijakan pemerintah agar harga sawit tetap kompetitif dan mereka bisa menikmati hasil kerja keras secara berkelanjutan.
Sawit dan Kesejahteraan Petani Aceh Singkil
Tidak dapat dipungkiri, kelapa sawit telah menjadi tulang punggung ekonomi masyarakat Aceh Singkil. Hampir seluruh keluarga memiliki kebun sawit dengan skala berbeda-beda. Bagi sebagian besar warga, sawit bukan sekadar tanaman, melainkan sumber penghidupan utama.
Dengan harga yang kini naik ke Rp2.550 per kilogram, banyak keluarga petani bisa sedikit lega. Biaya sekolah anak, kebutuhan rumah tangga, hingga cicilan bisa lebih mudah dipenuhi. Kesejahteraan petani sangat bergantung pada pergerakan harga ini.
Namun, sebagian petani tetap berhati-hati dalam menyambut kenaikan harga. Mereka menyadari bahwa harga sawit sangat fluktuatif. Karena itu, ada yang mulai menabung atau menyisihkan keuntungan untuk persiapan jika harga kembali turun.
Menanti Kembali Harga Rp3.000
Bagi banyak petani, harga Rp2.550 per kilogram sudah sangat membantu. Tetapi impian terbesar mereka adalah kembali merasakan harga Rp3.000 per kilogram seperti akhir tahun 2021.
Dengan harga setinggi itu, keuntungan yang diperoleh bisa lebih maksimal. Petani berharap tren kenaikan saat ini menjadi langkah menuju harga yang lebih baik, apalagi ketika produksi sawit sudah kembali normal.
“Kalau bisa, harga jangan turun lagi. Kami ingin hasil kerja keras benar-benar bisa membuat keluarga lebih sejahtera,” ungkap Rizal dengan nada penuh harap.
Kenaikan harga sawit memang bukan hanya soal angka, tetapi juga menyangkut kehidupan banyak orang. Selama mayoritas masyarakat Aceh Singkil masih menggantungkan hidup dari sawit, setiap perubahan harga akan selalu menjadi perhatian besar.

Nathasya Zallianty
indikatorbisnis.com adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Harga Emas Perhiasan 24 Karat Tetap Stabil, Investor dan Pembeli Menahan Langkah
- Kamis, 02 Oktober 2025