China Temukan 100 Juta Ton Minyak, Lingkungan Dunia Terancam

Jumat, 03 Oktober 2025 | 10:06:33 WIB
China Temukan 100 Juta Ton Minyak, Lingkungan Dunia Terancam

JAKARTA - Penemuan cadangan minyak raksasa di Laut China Selatan kembali menyoroti dilema klasik antara kebutuhan energi dan ancaman terhadap lingkungan global. China melalui perusahaan minyak nasionalnya, China National Offshore Oil Corporation (CNOOC), baru-baru ini mengumumkan penemuan cadangan lebih dari 100 juta ton setara minyak di lokasi Huizhou 19-6, sekitar 170 kilometer dari Shenzhen, Provinsi Guangdong. 

Meski menjadi kabar besar dalam dunia energi, para ilmuwan memperingatkan potensi dampak buruk yang mungkin timbul dari aktivitas pengeboran tersebut, terutama terhadap ekosistem laut yang sangat rapuh.

Temuan ini dianggap sebagai salah satu penemuan minyak terbesar dalam beberapa tahun terakhir. Sumur uji HZ19-6-3, yang dibor hingga kedalaman 5.415 meter, berhasil menemukan zona minyak dan gas dengan ketebalan total 127 meter. Dalam uji coba, sumur tersebut menghasilkan 413 barel minyak mentah per hari serta 2,41 juta kaki kubik gas alam. Dari hasil eksplorasi lanjutan, volume cadangan terbukti diperkirakan mencapai lebih dari 100 juta ton setara minyak.

“Melalui eksplorasi berkelanjutan, volume terbukti di lapangan minyak Huizhou 19-6 telah melampaui seratus juta ton setara minyak,” ujar CNOOC, dikutip dari IFL Science.

Namun di balik pencapaian besar ini, muncul kekhawatiran baru. Laut China Selatan bukan hanya wilayah strategis dengan cadangan energi melimpah, tetapi juga kawasan yang selama ini diperebutkan oleh berbagai negara. Klaim tumpang tindih atas wilayah laut menjadikan eksplorasi sumber daya semakin sarat dengan risiko geopolitik. Ditambah lagi, isu keberlanjutan lingkungan turut membayangi langkah agresif China dalam mendorong batas eksplorasi minyak dan gas di laut dalam.

Para ahli lingkungan menilai, aktivitas pengeboran skala besar berpotensi meningkatkan ancaman tumpahan minyak yang bisa merusak ekosistem laut secara permanen. Kehidupan bawah laut, mulai dari ikan hingga terumbu karang, berada dalam risiko jika eksplorasi dilakukan tanpa standar perlindungan lingkungan yang ketat. Apalagi, Laut China Selatan merupakan salah satu pusat biodiversitas laut dunia yang sangat vital bagi keseimbangan ekosistem global.

“Pengeboran minyak dalam jumlah besar bukan hanya meningkatkan risiko kecelakaan lingkungan, tetapi juga menimbulkan pertanyaan serius soal komitmen global terhadap mitigasi perubahan iklim,” kata seorang pengamat lingkungan.

China sendiri sebelumnya telah menyatakan komitmen untuk mencapai puncak emisi karbon pada tahun 2030 dan menargetkan netralitas karbon pada 2060. Namun, cadangan minyak raksasa yang baru ditemukan ini justru bisa menjadi batu sandungan dalam perjalanan negara itu menuju transisi energi bersih. Semakin banyak cadangan fosil yang digali, semakin besar pula kemungkinan peningkatan emisi karbon yang bertolak belakang dengan target tersebut.

Laut China Selatan selama ini dikenal sebagai “harta karun energi” karena menyimpan cadangan minyak dan gas dalam jumlah besar. Tak hanya China, sejumlah negara lain juga mengklaim bagian dari kawasan tersebut. Kondisi ini membuat eksplorasi energi di wilayah itu sering kali memicu ketegangan internasional. Penemuan minyak Huizhou 19-6 kian menegaskan posisi China sebagai pemain dominan dalam eksplorasi energi laut dalam, tetapi di sisi lain menambah kekhawatiran akan konflik serta kerusakan lingkungan yang tak terelakkan.

Selain itu, dengan ditemukannya cadangan sebesar 100 juta ton, muncul pertanyaan tentang keberlanjutan sumber daya alam dalam jangka panjang. Para ilmuwan memperingatkan bahwa ketergantungan berlebihan pada energi fosil hanya akan memperparah krisis iklim global. Meningkatnya suhu bumi, mencairnya es di kutub, serta naiknya permukaan laut sudah menjadi bukti nyata dampak pemakaian energi fosil secara masif.

Bagi China, penemuan ini jelas membawa keuntungan strategis. Negeri Tirai Bambu selama ini dikenal sebagai salah satu konsumen energi terbesar di dunia. Dengan cadangan baru ini, ketergantungan China pada impor minyak bisa sedikit berkurang. Namun, keuntungan ekonomi jangka pendek tersebut harus ditimbang dengan potensi kerugian jangka panjang akibat kerusakan lingkungan yang sulit dipulihkan.

“Eksplorasi dalam skala sebesar ini akan selalu membawa konsekuensi. Pertanyaan yang harus dijawab adalah apakah keuntungan energi sepadan dengan risiko lingkungan dan krisis iklim yang membayangi,” ujar seorang analis energi internasional.

Selain isu lingkungan, aspek politik juga tak bisa diabaikan. Dengan posisi cadangan di Laut China Selatan, langkah China bisa semakin mempertegas klaimnya di wilayah yang juga diperebutkan oleh beberapa negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Hal ini dapat memicu ketegangan baru, mengingat sumber daya energi menjadi salah satu faktor utama dalam geopolitik modern.

Ke depan, penemuan cadangan minyak raksasa ini berpotensi mengubah peta energi global. Namun, dunia harus bersiap menghadapi konsekuensinya. Jika eksploitasi dilakukan tanpa memperhatikan aspek keberlanjutan, bukan tidak mungkin ancaman krisis iklim akan semakin cepat menghantui. Di saat yang sama, negara-negara lain perlu mengawasi langkah China agar eksplorasi di Laut China Selatan tidak hanya menguntungkan satu pihak, melainkan juga memperhitungkan keberlanjutan ekosistem dan stabilitas kawasan.

Dengan segala peluang dan tantangannya, penemuan minyak ini menjadi titik balik penting. Apakah akan menjadi berkah energi atau justru bencana lingkungan, jawabannya bergantung pada bagaimana dunia merespons eksplorasi besar-besaran ini.

Terkini