Skenario Big Crunch: Prediksi Ilmuwan Soal Alam Semesta yang Akan Runtuh Kembali

Rabu, 08 Oktober 2025 | 09:01:39 WIB
Skenario Big Crunch: Prediksi Ilmuwan Soal Alam Semesta yang Akan Runtuh Kembali

JAKARTA - Bayangkan suatu hari nanti langit malam yang luas dan penuh bintang tiba-tiba mulai meredup. Galaksi-galaksi yang tadinya menjauh satu sama lain perlahan berhenti bergerak, lalu berbalik arah. Alam semesta yang selama miliaran tahun mengembang kini mulai menyusut, seperti pita waktu yang diputar mundur.

Inilah skenario yang kini kembali menjadi perbincangan serius di kalangan ilmuwan, berkat hasil kajian terbaru yang memprediksi bahwa alam semesta tidak akan mengembang selamanya, tetapi suatu saat nanti akan runtuh kembali ke titik awalnya.

Temuan ini berasal dari sebuah studi baru yang dipublikasikan di Journal of Cosmology and Astroparticle Physics. Dalam penelitian tersebut, para fisikawan mencoba meninjau ulang asumsi lama tentang bagaimana akhir dari alam semesta akan berlangsung. Selama puluhan tahun, teori paling dominan menyebut bahwa kosmos akan terus melebar tanpa batas, tetapi penelitian ini justru memberikan arah pandang yang berlawanan.

Menurut hasil analisis yang dirilis pada Rabu, 8 Oktober 2025, alam semesta suatu hari akan berhenti mengembang, lalu perlahan-lahan mulai menyusut hingga akhirnya mengalami kehancuran total. Fenomena tersebut dikenal sebagai “big crunch”, semacam kebalikan dari peristiwa Big Bang yang menjadi awal terbentuknya segala sesuatu.

Konstanta Kosmologis yang Membalikkan Pandangan Lama

Salah satu kunci dari teori baru ini terletak pada apa yang disebut sebagai konstanta kosmologis, nilai yang pertama kali diperkenalkan oleh Albert Einstein lebih dari seabad lalu. Selama ini, konstanta tersebut dianggap bernilai positif, mendukung pandangan bahwa energi gelap mendorong alam semesta untuk terus mengembang.

Namun, penelitian baru menunjukkan tanda-tanda berbeda. Dari hasil perhitungan dan analisis terhadap data energi gelap terbaru, para ilmuwan menemukan kemungkinan besar bahwa konstanta tersebut justru memiliki nilai negatif. Jika benar demikian, berarti bukan gaya tolak yang mendominasi, melainkan gaya tarik yang kelak akan memperlambat, lalu membalik arah ekspansi alam semesta.

Fisikawan Henry Tye dari Cornell University, salah satu peneliti utama studi ini, menjelaskan bahwa data baru yang digunakan menunjukkan arah yang tak terduga. “Data terbaru ini tampaknya menunjukkan bahwa konstanta kosmologis memiliki nilai negatif, dan itu berarti alam semesta pada akhirnya akan berakhir dalam sebuah big crunch,” ujar Tye dalam pernyataannya.

Temuan ini sekaligus menggugurkan keyakinan lama bahwa kosmos akan selamanya mengembang. Sebaliknya, ia memberi gambaran baru bahwa alam semesta kita kini mungkin sudah melewati hampir setengah perjalanan menuju titik akhir yang tak terhindarkan. Jika benar, maka waktu yang tersisa hanyalah bagian kecil dari perjalanan panjang sebelum semuanya runtuh kembali menjadi ketiadaan.

Membaca Ulang Takdir Kosmos

Selama beberapa dekade, energi gelap selalu dianggap sebagai kekuatan misterius yang membuat alam semesta mengembang semakin cepat. Namun, dua proyek besar pengamatan salah satunya menggunakan instrumen spektroskopi canggih menunjukkan bahwa hasil perhitungan tidak lagi sejalan dengan teori lama.

Ketika para peneliti memasukkan data baru tersebut ke dalam model kosmik, hasilnya menunjukkan kemungkinan besar energi gelap memiliki sifat yang berbeda. Nilai negatif pada konstanta kosmologis berarti ada gaya tarik yang akan bekerja berlawanan dengan ekspansi kosmos, menyeret galaksi-galaksi menuju pusat gravitasi raksasa hingga semuanya saling bertumbukan kembali.

Proses ini tentu tidak akan terjadi dalam waktu dekat. Berdasarkan model yang dikembangkan, alam semesta diperkirakan akan mencapai ukuran terbesarnya dalam 11 miliar tahun dari sekarang. Setelah mencapai puncak ekspansi itu, gravitasi dan konstanta negatif akan bekerja sama menarik seluruh materi kembali.

Tahapan penyusutan ini akan berlangsung sangat lambat pada awalnya, lalu semakin cepat seiring waktu. Alam semesta yang kini tampak luas tanpa batas perlahan akan menciut. Galaksi-galaksi yang dulu saling menjauh akan mulai mendekat. Hingga akhirnya, setelah mencapai usia sekitar 33 miliar tahun sejak terbentuknya, seluruh energi dan materi akan menyatu kembali ke satu titik padat dan panas akhir dari segala sesuatu yang pernah ada.

Antara Big Bang, Big Crunch, dan Nasib Akhir Segala Sesuatu

Hipotesis big crunch kini menjadi salah satu dari tiga teori besar yang menjelaskan kemungkinan akhir alam semesta. Dua lainnya adalah big rip dan long freeze.

Dalam skenario big rip, energi gelap terus meningkat sehingga mempercepat pengembangan alam semesta sampai akhirnya seluruh struktur kosmik mulai dari galaksi hingga atom terkoyak oleh gaya ekspansi itu sendiri. Sedangkan long freeze menggambarkan masa depan di mana ekspansi terus berlanjut tanpa batas, namun suhu dan energi alam semesta perlahan menurun hingga semua bintang mati dan ruang angkasa membeku dalam kegelapan abadi.

Berbeda dari dua teori tersebut, big crunch justru menandakan siklus kebalikan. Alam semesta tidak musnah karena hancur ke luar, melainkan karena tertarik kembali ke dalam dirinya sendiri. Jika benar, maka Big Bang dan Big Crunch mungkin adalah dua sisi dari satu lingkaran abadi awal dan akhir yang terus berulang dalam bentuk berbeda.

“Pada tahun 1960-an, kita mengetahui bahwa alam semesta memiliki sebuah permulaan,” ujar Henry Tye. “Sangat baik untuk mengetahui bahwa, jika data ini bertahan, alam semesta juga akan memiliki sebuah akhir.” Pernyataan ini menegaskan bahwa, bagi para ilmuwan, memahami akhir alam semesta bukan soal menebak masa depan, melainkan tentang memahami hukum dasar alam yang membentuk segala sesuatu.

Refleksi dari Jagat Raya

Prediksi big crunch mungkin terdengar menakutkan, tetapi di sisi lain, teori ini juga menawarkan pandangan filosofis tentang keberadaan. Alam semesta yang berawal dari ketiadaan dan berakhir ke ketiadaan menggambarkan siklus yang tak asing dalam kehidupan itu sendiri.

Dalam skala manusia, miliaran tahun adalah waktu yang nyaris tak terbayangkan. Namun bagi kosmos, itu hanyalah sekejap dalam perjalanan panjang menuju keseimbangan baru. Mungkin, setelah kehancuran nanti, akan lahir ledakan besar berikutnya menciptakan alam semesta baru dari sisa energi yang tersisa.

Sampai hari itu tiba, kita hanya dapat terus mengamati, meneliti, dan bertanya: apakah kita sedang hidup di bab pertengahan kisah kosmos, atau sudah mendekati lembaran terakhirnya?

Terkini