JAKARTA - Peluncuran skema asuransi Barang Milik Negara (BMN) melalui pembiayaan pooling fund bencana membuka babak baru dalam strategi mitigasi risiko aset negara.
Langkah ini tidak hanya memperkuat perlindungan terhadap bencana, tetapi juga mengubah mekanisme pendanaan yang selama ini bergantung pada anggaran masing-masing kementerian/lembaga.
Pada Selasa, pemerintah resmi mengaktifkan skema tersebut sekaligus melakukan pembayaran premi pertama melalui Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) kepada konsorsium asuransi BMN.
Perubahan sistem ini menandai pendekatan yang lebih terstruktur dan efisien dalam mengelola aset negara di tengah meningkatnya potensi risiko bencana.
PT Reasuransi Maipark Indonesia (Maipark), selaku administrator konsorsium, menjelaskan bahwa skema baru ini masih membawa tujuan yang sama seperti mekanisme lama—melindungi BMN. Namun, perbedaan signifikan terletak pada sumber pendanaan dan pembagian tanggung jawab risiko.
Perubahan Mekanisme dari Desentralisasi ke Pendanaan Terpusat
Direktur Utama Reasuransi Maipark Indonesia, Kocu Andre Hutagalung, mengungkapkan bahwa Pooling Fund Bencana (PFB) merupakan terobosan penting. Dalam skema ini, pemerintah memiliki tabungan atau dana abadi khusus bencana yang dikelola secara terpusat oleh BPDLH.
"Dana itu berfungsi sebagai penanggung risiko pertama (retention). Jika kerugiannya sangat besar (catastrophic), baru sebagian risikonya dialihkan ke pasar asuransi atau reasuransi," ujarnya kepada Kontan, Kamis (4/12/2025).
Perbedaan mendasar dari model sebelumnya terlihat pada pengelolaan anggaran. Dalam sistem konvensional yang masih berjalan, setiap Kementerian/Lembaga (K/L) wajib mengalokasikan premi dari DIPA masing-masing setiap tahun untuk membeli polis ke Konsorsium Asuransi BMN.
"Adapun risikonya 100% dialihkan ke pasar asuransi dan reasuransi," lanjut Kocu, menjelaskan keterbatasan pendekatan desentralisasi tersebut.
Skema pooling fund menghadirkan efisiensi yang lebih baik karena pendanaan dilakukan secara kolektif dan tidak bergantung pada kesiapan anggaran individual. Mekanisme ini juga mempercepat proses perlindungan, mengingat aset yang perlu diasuransikan jumlahnya terus berkembang.
Manfaat Pooling Fund untuk Efisiensi dan Keberlanjutan
Bagi Maipark sebagai administrator, skema pooling fund dianggap lebih sustainable dibandingkan sistem konvensional. Dengan dana yang terpusat, cakupan perlindungan aset dapat diperluas tanpa hambatan birokrasi terkait anggaran K/L.
Kocu menegaskan bahwa Pooling Fund Bencana tidak hanya mempermudah proses, tetapi juga meningkatkan kecepatan respon ketika risiko terjadi. Pemerintah tidak perlu menunggu K/L menyelesaikan proses administratif setiap tahun untuk memastikan aset negara terlindungi.
Sementara itu, pendekatan baru ini dinilai mampu meningkatkan daya tahan fiskal negara terhadap berbagai kemungkinan bencana. Dengan adanya dana abadi, pemerintah memiliki cadangan kekuatan finansial di tingkat awal sebelum risiko dialihkan ke pasar reasuransi.
Model seperti ini umum digunakan di negara-negara yang memiliki tingkat risiko bencana tinggi, sehingga Indonesia berada pada jalur yang sejalan dengan praktik manajemen risiko modern.
Cakupan BMN yang Diasuransikan Meningkat hingga Rp 91 Triliun
Transformasi mekanisme asuransi BMN tersebut berpengaruh langsung terhadap peningkatan nilai aset yang berhasil dilindungi. Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara sebelumnya menyampaikan bahwa total BMN yang diasuransikan melalui anggaran K/L telah mencapai Rp 61 triliun hingga 2025.
Dengan berubahnya sistem pendanaan ke skema pooling fund, tahun ini cakupan tersebut bertambah Rp 30 triliun. Angka tambahan itu berasal dari tiga kementerian percontohan, yakni:
Kementerian Sekretariat Negara
Kementerian Kesehatan
Kementerian Agama
Dengan demikian, total BMN yang diasuransikan pada 2025 melonjak menjadi Rp 91 triliun.
Kenaikan cakupan ini menunjukkan efektivitas skema pooling fund dalam memperluas perlindungan aset negara secara cepat. Sebelumnya, pencapaian semacam ini sangat bergantung pada kemampuan masing-masing K/L mengalokasikan premi melalui DIPA, yang sering kali tidak seragam karena perbedaan prioritas anggaran.
Meningkatnya Relevansi Asuransi Bencana di Tengah Risiko Nasional
Peluncuran skema pooling fund bencana terjadi di tengah meningkatnya urgensi asuransi bencana dalam beberapa tahun terakhir. Frekuensi bencana alam yang tinggi membuat perlindungan finansial menjadi kebutuhan penting dalam menjaga stabilitas negara, baik dari sisi aset fisik maupun keberlanjutan anggaran.
Sejumlah perusahaan asuransi, termasuk Asei, juga telah menekankan pentingnya mitigasi dan persiapan menghadapi potensi kenaikan klaim akibat bencana. Hal ini menunjukkan bahwa industri asuransi nasional tidak lagi hanya bertugas sebagai penjamin risiko, tetapi juga mitra strategis pemerintah dalam memperkuat ketahanan nasional.
Skema pooling fund bencana yang diinisiasi pemerintah menjadi salah satu bentuk adaptasi tersebut. Selain memastikan perlindungan aset negara, mekanisme ini mendorong sinergi yang lebih kuat antara pemerintah, BPDLH, dan sektor asuransi.
Langkah Penting untuk Perlindungan Aset dan Stabilitas Keuangan Negara
Penguatan skema asuransi BMN melalui pooling fund bencana merupakan langkah strategis untuk memastikan bahwa aset negara memiliki perlindungan finansial yang memadai. Dengan pendanaan terpusat dan mekanisme retensi yang lebih modern, pemerintah dapat mengelola risiko dengan pendekatan yang lebih stabil dan berkelanjutan.
Selain itu, peningkatan cakupan asuransi dari Rp 61 triliun menjadi Rp 91 triliun dalam waktu singkat menunjukkan bahwa transformasi ini berjalan efektif. Ke depannya, skema ini diperkirakan akan memperluas perlindungan ke lebih banyak K/L serta memperkuat kapasitas negara menghadapi berbagai ancaman bencana.