
JAKARTA - Industri tekstil nasional tengah menghadapi tantangan besar akibat maraknya impor ilegal yang masuk ke Indonesia. Kondisi ini bukan hanya mengancam kelangsungan bisnis, tapi juga berdampak pada ribuan pekerja yang bergantung pada sektor tersebut.
Pernyataan sikap Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengenai penanganan impor ilegal menjadi angin segar bagi para pelaku industri tekstil dan produk tekstil (TPT). Pemerintah berencana mengambil langkah tegas untuk membereskan penyelundupan di pelabuhan yang selama ini merugikan industri lokal.
Harapan Baru bagi Industri Tekstil
Baca JugaSubsidi Energi 2025 Belum Tepat Sasaran, Menkeu Siapkan Transformasi
Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawata, menyambut positif langkah Menteri Keuangan. Dia menilai pernyataan tersebut memberikan harapan baru setelah perjuangan panjang selama lebih dari tiga tahun untuk memberantas penyelundupan.
Menurut Redma, pelaku industri lokal hampir putus asa karena upaya pemberantasan sering terhambat, bahkan ada dugaan keterlibatan oknum pejabat dan politisi. Data dari International Trade Centre menunjukkan nilai impor TPT dari China yang tidak tercatat di Bea Cukai mencapai US$ 1,5 hingga 2 miliar setiap tahun, setara dengan 28.000 kontainer.
Meskipun demikian, Redma mengingatkan tantangan berikutnya adalah besarnya kuota impor yang masih dianggap terlalu tinggi. APSyFI kini tengah berkomunikasi intensif dengan Kementerian Perindustrian untuk menyesuaikan kuota agar tidak membahayakan produsen lokal.
Keraguan dan Desakan dari Berbagai Pihak
Sementara itu, langkah pemerintah masih diragukan oleh Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI). Direktur Eksekutif KAHMI, Agus Riyanto, pesimis kuota impor akan diturunkan karena dugaan praktik mafia impor di internal Kemenperin.
Agus menyatakan bahwa oknum pejabat sering beralasan bahwa produsen dalam negeri tidak mampu memenuhi kebutuhan pasar. Padahal, kenyataannya banyak perusahaan tekstil tutup dan merumahkan karyawan karena tingginya kuota impor.
Dia mengungkapkan praktik tersebut telah berlangsung lebih dari lima tahun dan melibatkan jaringan kuat di dalam Kemenperin. Agus pun meminta aparat penegak hukum untuk turun tangan dan mendesak Presiden Prabowo agar melanjutkan agenda bersih-bersih birokrasi.
“Kalau menterinya tidak mau ikut membereskan, sebaiknya ikut dibersihkan juga,” tegas Agus.
Keluhan serupa juga datang dari Ikatan Keluarga Alumni Institut Teknologi Tekstil dan Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil (IKA Tekstil), serta Ikatan Pengusaha Konveksi Berkarya (IPKB). IPKB meminta agar kuota impor pakaian jadi dibatasi maksimal 50.000 ton per tahun, mengingat kapasitas produksi garmen nasional sudah mencapai 2,8 juta ton.
Dengan adanya perhatian dari berbagai pihak, diharapkan pemerintah dapat mengambil langkah nyata untuk mengamankan industri tekstil nasional agar tetap kompetitif dan mampu bertahan menghadapi serbuan produk impor ilegal.

Zahra
indikatorbisnis.com adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
Menkeu Yakin Pertumbuhan Ekonomi 2025 Didukung Properti
- 01 Oktober 2025
2.
Upacara Hari Kesaktian Pancasila Dipimpin Prabowo Subianto
- 01 Oktober 2025
3.
Menteri ESDM Bahlil Percepat Pabrik Metanol dan Etanol
- 01 Oktober 2025
4.
Transportasi Umum Jakarta Tarif Spesial Rp80 Sambut HUT TNI
- 01 Oktober 2025
5.
GIIAS Bandung 2025 Resmi Buka, Jawa Barat Jadi Magnet Otomotif
- 01 Oktober 2025