JAKARTA - Industri fintech lending nasional masih menyimpan ruang pertumbuhan yang luas dalam beberapa tahun ke depan. Di tengah transformasi sektor keuangan yang semakin digital, layanan pinjaman daring dinilai tetap relevan sebagai alternatif pembiayaan, khususnya bagi segmen yang belum sepenuhnya terlayani perbankan konvensional.
Otoritas Jasa Keuangan melihat fondasi industri ini semakin kuat, sehingga prospeknya dipandang positif hingga tahun mendatang. OJK memproyeksikan industri fintech peer to peer lending atau pinjaman daring masih akan mencatatkan pertumbuhan yang berkelanjutan pada 2026.
Optimisme tersebut bukan tanpa dasar, melainkan ditopang oleh perubahan struktural dalam ekosistem pembiayaan serta inovasi yang terus berkembang di sektor teknologi keuangan.
Baca JugaTotal Tabungan Masyarakat Indonesia Tembus 3 Kuadriliun November
Digitalisasi Pembiayaan Dorong Optimisme Industri
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, Agusman, menyampaikan bahwa prospek cerah industri fintech lending didukung oleh sejumlah faktor utama. Salah satu pendorong terbesarnya adalah digitalisasi pembiayaan yang semakin masif.
“Salah satunya didorong oleh digitalisasi pembiayaan serta inovasi produk yang memanfaatkan data alternatif,” ujar Agusman.
Pemanfaatan data alternatif memungkinkan penyelenggara fintech lending menjangkau segmen masyarakat dan pelaku usaha yang sebelumnya sulit mengakses pembiayaan formal. Inovasi ini dinilai mampu meningkatkan inklusi keuangan sekaligus memperluas pasar industri pindar.
Seiring berkembangnya teknologi, model bisnis fintech lending juga terus beradaptasi. Tidak hanya berfokus pada penyaluran pembiayaan, penyelenggara kini dituntut menghadirkan sistem penilaian risiko yang lebih akurat serta layanan yang lebih transparan dan efisien.
Tantangan Risiko Kredit Tetap Perlu Diantisipasi
Meski prospeknya dinilai positif, Agusman mengingatkan bahwa industri fintech lending masih menghadapi sejumlah tantangan yang dapat memengaruhi kinerja ke depan. Salah satu tantangan utama adalah penguatan mitigasi risiko kredit, terutama di tengah dinamika perekonomian yang dapat berubah sewaktu-waktu.
Selain itu, ketahanan industri terhadap tekanan eksternal juga menjadi perhatian. Perubahan kondisi ekonomi makro, fluktuasi daya beli masyarakat, hingga kualitas portofolio pembiayaan menjadi faktor yang harus terus dikelola dengan cermat oleh para penyelenggara.
“Oleh karena itu, penyelenggara perlu melakukan berbagai langkah penguatan guna menjaga keberlanjutan usaha dan kualitas pembiayaan,” tegasnya.
Langkah penguatan tersebut mencakup perbaikan tata kelola, peningkatan kualitas manajemen risiko, serta kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku. OJK menilai bahwa keberhasilan industri fintech lending tidak hanya ditentukan oleh pertumbuhan pembiayaan, tetapi juga oleh kemampuan menjaga kualitas aset dan kepercayaan publik.
Kinerja Pembiayaan Masih Tumbuh Signifikan
Dari sisi kinerja, OJK mencatat bahwa outstanding pembiayaan fintech P2P lending masih menunjukkan pertumbuhan yang solid. Hingga Oktober 2025, outstanding pembiayaan industri ini tumbuh sebesar 23,86% secara tahunan dengan nilai mencapai Rp92,92 triliun.
Pertumbuhan tersebut mencerminkan tingginya permintaan pembiayaan melalui platform digital, baik dari sektor produktif maupun konsumtif. Fintech lending masih menjadi pilihan bagi banyak pelaku usaha kecil dan menengah yang membutuhkan akses pembiayaan cepat dan fleksibel.
Seiring dengan peningkatan pembiayaan, kinerja keuangan industri juga mengalami perbaikan. Secara agregat, industri fintech lending berhasil membukukan laba sebesar Rp2,09 triliun per Oktober 2025. Capaian ini menunjukkan bahwa model bisnis pindar semakin matang dan berkelanjutan.
OJK menilai bahwa pencapaian tersebut merupakan sinyal positif bagi stabilitas industri. Dengan pertumbuhan pembiayaan yang tetap terjaga dan profitabilitas yang meningkat, fintech lending dinilai mampu berkontribusi lebih besar terhadap sistem keuangan nasional.
Proyeksi Laba Berlanjut Hingga Tahun Depan
Melihat tren kinerja yang ada, Agusman memproyeksikan bahwa laba industri fintech lending akan terus tumbuh hingga akhir tahun ini dan berlanjut pada tahun berikutnya. Proyeksi tersebut didasarkan pada kinerja pembiayaan yang masih ekspansif serta perbaikan efisiensi operasional penyelenggara.
“Industri pindar diproyeksikan dapat terus mencatatkan pertumbuhan laba yang positif pada akhir 2025 dan 2026,” ujarnya.
Berdasarkan data OJK, laba industri fintech lending per Oktober 2025 bahkan telah melampaui capaian sepanjang tahun sebelumnya. Sepanjang 2024, laba industri tercatat sebesar Rp1,65 triliun, lebih rendah dibandingkan realisasi hingga Oktober 2025.
Capaian ini menunjukkan bahwa industri fintech lending tidak hanya bertumbuh dari sisi skala pembiayaan, tetapi juga semakin sehat secara finansial. Ke depan, OJK akan terus mendorong penguatan pengawasan dan tata kelola agar pertumbuhan tersebut tetap sejalan dengan prinsip kehati-hatian.
Dengan dukungan digitalisasi, inovasi produk, serta pengawasan yang berkelanjutan, industri fintech lending diproyeksikan tetap menjadi salah satu motor penggerak pembiayaan alternatif di Indonesia. Meski tantangan tetap ada, fondasi industri dinilai cukup kuat untuk menopang pertumbuhan yang berkesinambungan hingga 2026.
Celo
indikatorbisnis.com adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
Barcelona Kembali Raih Kemenangan Sulit Atas Villarreal Tangguh
- 22 Desember 2025
2.
AFC Siapkan Nations League Untuk Tingkatkan Sepak Bola Asia
- 22 Desember 2025
3.
4.
Ramon Tanque Jadi Penentu Kemenangan Persib Atas Bhayangkara FC
- 22 Desember 2025
5.
Malut United Tundukkan PSM Makassar dengan Gol Cepat David da Silva
- 22 Desember 2025









