Intervensi Pemerintah Buktikan Efektivitas Kendalikan Harga Beras

Jumat, 03 Oktober 2025 | 10:15:09 WIB
Intervensi Pemerintah Buktikan Efektivitas Kendalikan Harga Beras

JAKARTA - Stabilitas harga pangan kembali menjadi sorotan setelah beras mencatat deflasi pada September 2025. Penurunan harga ini dianggap sebagai bukti nyata bahwa intervensi pemerintah melalui berbagai program pengendalian pangan berjalan efektif.

Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi menegaskan, kondisi tersebut memperlihatkan bahwa langkah pemerintah tidak hanya melindungi konsumen, tetapi juga tetap menjaga kesejahteraan petani.

"Intervensi stabilisasi perberasan yang dilakukan Perum Bulog berdasarkan penugasan dari Badan Pangan Nasional, memberi andil terhadap situasi perberasan tersebut," ujar Arief di Jakarta.

Deflasi Beras Jadi Penopang Inflasi Nasional

Beras dikenal sebagai salah satu komoditas yang memiliki peran besar dalam perhitungan inflasi. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi September 2025 berada di angka 2,65 persen secara tahunan. Angka ini lebih tinggi dibanding Agustus 2025 yang mencapai 2,31 persen.

Namun, meski inflasi umum meningkat, beras justru menunjukkan tren sebaliknya. BPS melaporkan, secara bulanan beras mengalami deflasi sebesar 0,13 persen. Penurunan ini menjadi faktor penting dalam menahan laju inflasi yang lebih tinggi.

Deputi Bidang Statistik Produksi BPS, M. Habibullah, menjelaskan turunnya harga beras dipengaruhi tiga faktor utama. Pertama, masa panen gadu yang terjadi di sejumlah wilayah sehingga pasokan gabah meningkat. Kedua, banyak penggilingan menggunakan stok gabah yang sudah tersedia. Ketiga, adanya penyaluran beras SPHP yang mendorong penyesuaian harga di berbagai lini, mulai dari penggilingan hingga eceran.

“Penurunan harga beras dipengaruhi masa panen gadu di beberapa wilayah, sehingga pasokan gabah meningkat. Di sisi lain, penggunaan stok gabah di penggilingan cukup banyak dari sebelumnya, sehingga penggilingan menggunakan stok gabah yang ada,” kata Habibullah.

Tren Baru Setelah Empat Tahun

BPS mencatat, fenomena deflasi beras di bulan September 2025 cukup unik. Dalam empat tahun terakhir, sejak 2021 hingga 2024, harga beras pada bulan yang sama selalu mencatatkan inflasi. Baru tahun ini, beras memberikan andil deflasi sebesar 0,01 persen.

Arief menilai hal tersebut menunjukkan kehadiran pemerintah dalam menjaga daya beli masyarakat. Di tengah kenaikan harga pangan hortikultura seperti cabai dan bawang, beras justru berhasil ditahan agar tidak menambah beban inflasi.

“Penyaluran beras SPHP di pasar tradisional dan ritel modern serta ke berbagai saluran distribusi lainnya berdampak pada kondisi perberasan, di mana pasokan menjadi terjaga dan stok beras ke pasaran terus distabilkan,” jelasnya.

Selain itu, program bantuan pangan berupa beras juga memberi kontribusi besar. Distribusi bantuan pangan langsung ke 18,2 juta masyarakat berpendapatan rendah turut memperkuat pasokan di masyarakat sekaligus menjaga harga tetap terkendali.

Harga Premium dan Medium Turun

Berdasarkan data Panel Harga Bapanas per 1 Oktober 2025, rata-rata harga beras premium nasional di tingkat konsumen turun 0,08 persen dibanding minggu sebelumnya, dari Rp16.011 per kilogram menjadi Rp15.982 per kilogram.

Untuk kategori beras medium, penurunan tercatat lebih tinggi yakni 0,15 persen, dari Rp13.887 per kilogram menjadi Rp13.856 per kilogram.

Penurunan harga ini menjadi sinyal positif bahwa pasar merespons baik kebijakan pemerintah dalam menjaga stabilitas pangan pokok.

Realisasi Penyaluran SPHP dan Bantuan Pangan

Arief menyampaikan bahwa realisasi penjualan beras SPHP hingga September 2025 telah mencapai 424.520 ton atau sekitar 28,17 persen dari total target 1,5 juta ton sepanjang tahun.

Sementara itu, penyaluran bantuan pangan beras untuk periode Juni–Juli 2025 hampir mencapai 100 persen. Dari target 365.541 ton, realisasi distribusi mencapai 363.959 ton atau setara 99,57 persen.

“Apalagi juga ditambah dengan gelontoran bantuan pangan beras selama dua bulan yang menyasar langsung ke 18,2 juta masyarakat berpendapatan rendah,” terang Arief.

Perpanjangan Bantuan Hingga Akhir Tahun

Untuk memperkuat pengendalian inflasi sekaligus menjaga daya beli masyarakat, pemerintah memutuskan memperpanjang penyaluran bantuan pangan hingga dua bulan ke depan, yakni Oktober dan November 2025.

Bantuan tersebut berupa 10 kilogram beras per bulan, ditambah 2 liter minyak goreng merek Minyakita bagi 18,277 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM).

Langkah ini juga sekaligus menjadi stimulus ekonomi yang diarahkan langsung oleh Presiden Prabowo Subianto. Harapannya, selain menjaga pasokan dan harga pangan, kebijakan ini mampu memberikan ruang lebih besar bagi masyarakat berpendapatan rendah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Efektivitas Intervensi Pangan

Intervensi pemerintah yang dilakukan melalui Bulog dan Bapanas dinilai tidak hanya sekadar respons jangka pendek, tetapi juga strategi jangka panjang menjaga stabilitas harga beras.

Dengan stok yang terus dipantau, penyaluran bantuan yang tepat sasaran, serta program SPHP yang berjalan konsisten, pemerintah membuktikan keseriusannya dalam menghadirkan kebijakan pangan yang berpihak pada masyarakat sekaligus petani.

Keberhasilan menjaga harga beras di tengah tekanan inflasi komoditas lain menjadi contoh nyata bahwa pengelolaan pangan memerlukan koordinasi erat antarinstansi serta pemantauan ketat di lapangan.

Harapan ke Depan

Kondisi deflasi beras di September 2025 diharapkan dapat berlanjut, meskipun tantangan pangan global masih cukup besar. Perubahan iklim, distribusi yang tidak merata, dan tekanan harga komoditas internasional tetap menjadi faktor yang harus diantisipasi.

Namun, dengan strategi yang sudah terbukti efektif, pemerintah optimistis bisa menjaga keseimbangan antara kepentingan konsumen dan kesejahteraan petani.

Seperti disampaikan Arief, keberhasilan ini menunjukkan bahwa intervensi pangan bukan sekadar kebijakan sementara, melainkan bagian dari upaya mewujudkan sistem pangan yang tangguh, stabil, dan menyejahterakan seluruh masyarakat.

Terkini