Harga Nikel Dunia Tertekan, Industri Nikel Indonesia Justru Tumbuh Berkat Hilirisasi

Jumat, 07 November 2025 | 08:59:32 WIB
Harga Nikel Dunia Tertekan, Industri Nikel Indonesia Justru Tumbuh Berkat Hilirisasi

JAKARTA - Harga nikel global sepanjang tahun 2025 mengalami tekanan cukup berat seiring melambatnya perekonomian Tiongkok dan meningkatnya pasokan dari negara-negara produsen baru seperti Indonesia dan Filipina. Di bursa London Metal Exchange (LME), harga nikel bahkan sempat terperosok ke kisaran US$16.000 per ton dari posisi puncaknya di atas US$20.000 per ton pada tahun sebelumnya.

Kondisi ini menjadi tantangan besar bagi para produsen nikel dunia, terutama karena permintaan dari sektor baja tahan karat di Tiongkok mulai menurun. Sementara itu, rantai pasok industri baterai kendaraan listrik juga tengah mengalami penyesuaian akibat perubahan tren teknologi dan kebutuhan bahan baku yang berbeda.

Namun di tengah tekanan global tersebut, industri nikel Indonesia justru menunjukkan ketahanan luar biasa. Melalui percepatan program hilirisasi dan konsolidasi produksi di bawah MIND ID Group, dua perusahaan tambang besar milik negara—PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dan PT Vale Indonesia Tbk (INCO)—berhasil mencatatkan kinerja positif sepanjang sembilan bulan pertama tahun 2025.

Produksi Nikel Nasional Tetap Naik di Tengah Lesunya Pasar Dunia

Dari sisi produksi, ANTAM dan Vale secara kolektif mencatatkan total 68.755 ton nikel hingga akhir September 2025. Angka tersebut meningkat dibandingkan capaian tahun sebelumnya, yang terdiri atas 17.520 ton nikel dalam feronikel (TNi) dari ANTAM dan 51.235 ton nikel matte dari Vale Indonesia.

Menurut M. Kholid Syeirozi, Direktur Eksekutif Center of Energy Policy (CEP), capaian itu tidak terlepas dari kombinasi antara efisiensi operasi dan dukungan kebijakan hilirisasi yang dijalankan pemerintah. “Kinerja tambang, termasuk ANTAM, tumbuh positif karena gabungan perbaikan operasi perusahaan dan ekosistem hilirisasi. Ada kenaikan penjualan berkat meningkatnya permintaan smelter setelah larangan ekspor ore,” ujarnya.

Kholid menambahkan bahwa program hilirisasi telah memberikan nilai tambah signifikan terhadap pertumbuhan sektor nikel nasional. Menurutnya, strategi tersebut membuat Indonesia lebih tahan terhadap fluktuasi harga komoditas di pasar global.

Namun, ia juga mengingatkan bahwa industri nikel masih menghadapi risiko ketidakpastian global akibat potensi kelebihan pasokan (oversupply) yang dapat terus menekan harga. “Popularitas baterai LFP (lithium iron phosphate) dalam industri kendaraan listrik juga bisa menggerus pasar baterai berbasis NCM (nickel cobalt manganese), yang selama ini menjadi andalan pasar nikel Indonesia,” jelasnya.

Laba ANTAM Melonjak Drastis, Hilirisasi Jadi Kunci Utama Pertumbuhan

Kinerja keuangan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) juga menunjukkan peningkatan tajam selama kuartal III-2025. Perusahaan mencatatkan penjualan bersih sebesar Rp72,03 triliun, tumbuh 67 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang hanya Rp43,20 triliun.

Dari sisi laba bersih, ANTAM berhasil mencatatkan lonjakan hampir tiga kali lipat menjadi Rp6,61 triliun, naik signifikan dari Rp2,23 triliun di tahun 2024. Laba usaha pun meningkat tajam menjadi Rp7,89 triliun, dibandingkan Rp1,86 triliun pada tahun sebelumnya.

Peningkatan kinerja tersebut turut ditopang oleh kontribusi entitas asosiasi seperti PT Halmahera Persada Lygend (HPL) yang berfokus pada pengolahan nikel sulfat sebagai bahan baku baterai kendaraan listrik. Melalui proyek Smelter Feronikel Halmahera Timur (P3FH) yang ditargetkan rampung pada tahun 2026, kapasitas produksi nasional akan bertambah sekitar 13.500 ton nikel per tahun.

Langkah ini memperkuat posisi Indonesia dalam rantai pasok baterai global sekaligus menegaskan keberhasilan strategi hilirisasi yang dijalankan pemerintah. Dengan peningkatan kapasitas tersebut, ANTAM diharapkan dapat memainkan peran lebih besar dalam mendukung transisi energi dan elektrifikasi transportasi dunia.

Vale Indonesia Perkuat Hilirisasi Lewat Proyek Strategis Nasional

Sementara itu, PT Vale Indonesia Tbk (INCO) mencatat pendapatan sebesar US$705,4 juta hingga September 2025, sedikit terkoreksi dibanding US$708,6 juta pada periode yang sama tahun lalu. Meski pendapatan stagnan, laba bersih perusahaan justru meningkat menjadi US$52,45 juta, naik dari US$51,11 juta di tahun 2024.

Produksi nikel matte Vale juga meningkat menjadi 51.235 ton, naik tipis dari 50.531 ton pada tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan efisiensi operasional perusahaan yang tetap terjaga di tengah volatilitas harga komoditas global.

Vale kini memperkuat fokus hilirisasi melalui tiga proyek strategis di bawah payung Indonesia Growth Project (IGP) yang menjadi tulang punggung pengembangan industri nikel nasional. Pertama, proyek IGP Pomalaa di Kolaka, Sulawesi Tenggara, yang digarap bersama Huayou dan Ford Motor Company, ditargetkan menghasilkan 120 ribu ton nikel per tahun dalam bentuk mixed hydroxide precipitate (MHP).

Kedua, proyek IGP Bahodopi di Morowali, Sulawesi Tengah, difokuskan pada produksi nickel pig iron (NPI) sebanyak 73 ribu ton per tahun untuk memperkuat industri baja tahan karat nasional. Ketiga, IGP Sorowako di Luwu Timur, Sulawesi Selatan, akan mengembangkan fasilitas pengolahan berbasis teknologi HPAL (High Pressure Acid Leach) guna meningkatkan efisiensi produksi nikel matte dari tambang eksisting.

Ketiga proyek strategis tersebut ditargetkan beroperasi komersial antara tahun 2026 hingga 2028 dan akan menjadi bagian penting dari ekosistem hilirisasi nasional. Dengan rantai bisnis terpadu mulai dari penambangan, pengolahan feronikel, hingga bahan baku baterai listrik, MIND ID memiliki peran besar dalam mendukung kebijakan hilirisasi nasional sekaligus mendorong transisi energi bersih.

Peran MIND ID dalam Menjaga Stabilitas dan Arah Industri Nikel Nasional

Menurut M. Kholid Syeirozi, MIND ID memiliki tanggung jawab besar sebagai agregator industri tambang nasional. “MIND ID punya peran strategis sebagai penyeimbang antara rantai pasok dan permintaan untuk menjaga siklus pasar,” ujarnya.

Ia menegaskan bahwa holding tambang pelat merah tersebut harus mampu mengantisipasi dua tantangan utama dalam mekanisme pasar, yaitu oversupply dan less demand. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan kebijakan kuota produksi, mendorong diversifikasi produk smelter, serta memperluas kerja sama dengan industri pengguna akhir seperti produsen baterai global.

Dengan strategi itu, Indonesia tidak hanya menjadi pengekspor bahan mentah, tetapi juga pemain utama dalam rantai pasok industri hijau global. Kinerja positif ANTAM dan Vale di tengah tekanan harga dunia menjadi bukti bahwa hilirisasi bukan sekadar kebijakan, melainkan fondasi ekonomi masa depan berbasis sumber daya berkelanjutan.

Terkini

Pewarna Alami Tenun Jadi Tren Eco-Fashion Indonesia

Jumat, 07 November 2025 | 13:25:06 WIB

Budi Santoso Catwalk, Resmi Buka JMFW 2026 Jakarta

Jumat, 07 November 2025 | 13:25:05 WIB

Anok Yai Raih Model of the Year 2025

Jumat, 07 November 2025 | 13:25:03 WIB

6 Resep Bumbu Pecel Lele Khas Lamongan Lezat

Jumat, 07 November 2025 | 13:25:02 WIB

8 Tempat Makan Sate Ayam Ponorogo Wajib Dicoba

Jumat, 07 November 2025 | 13:25:00 WIB