Kamis, 02 Oktober 2025

Ekonom Senior INDEF: Anjloknya IHSG Jadi Alarm Krisis Ekonomi

Ekonom Senior INDEF: Anjloknya IHSG Jadi Alarm Krisis Ekonomi
Foto: Ilustrasi IHSG

JAKARTA - Ekonom senior dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) sekaligus Rektor Universitas Paramadina, Didik J Rachbini, mengungkapkan keprihatinannya atas anjloknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) lebih dari 5% hingga perdagangan sempat dihentikan sementara pada Selasa (18/3). Menurutnya, kondisi ini merupakan cerminan ketidakpercayaan pasar terhadap kebijakan pemerintah, yang dipicu oleh kombinasi faktor politik dan ekonomi.

Dalam keterangan tertulisnya pada Kamis (20/3/2025), Didik menegaskan bahwa penurunan drastis IHSG menunjukkan sinyal penolakan pasar terhadap langkah-langkah ekonomi yang diambil pemerintah. Hal ini terlihat dari aliran modal yang keluar dari Indonesia atau beralih ke instrumen investasi yang dianggap lebih aman dari gejolak politik. “Para analis sepakat bahwa kejatuhan IHSG ini dipengaruhi oleh ketidaksukaan pasar terhadap kebijakan politik-ekonomi yang diterapkan selama ini,” ujarnya.

Faktor Politik dan Revisi UU TNI

Baca Juga

Harga CPO Oktober 2025 Naik, BK dan PE Ditetapkan

Salah satu pemicu utama yang disoroti Didik adalah wacana revisi UU TNI yang dinilai dapat mengancam stabilitas demokrasi. Ketidakpastian politik ini menjadi alasan kuat bagi pelaku pasar untuk menarik investasi mereka. “Jangan remehkan dampak politik TNI yang dimanfaatkan segelintir pihak dalam kekuasaan. Ini jelas berhubungan erat dengan ekonomi,” tegasnya.

Didik menambahkan, kondisi IHSG yang terpuruk dari level 7.163 pada tahun 2004 ke kisaran 6.000-an saat ini menjadi indikator bahwa ekonomi Indonesia di mata investor sudah tidak lagi sehat. “IHSG adalah termometer ekonomi. Anjloknya indeks ini menunjukkan tanda-tanda krisis, yang tidak hanya dipicu oleh politik, tetapi juga kebijakan ekonomi yang nyata di depan mata,” katanya.

Danantara dan Reaksi Pasar

Didik juga menyinggung pembentukan Danantara sebagai salah satu faktor penyebab gejolak pasar. Meski ia mendukung ide tersebut, ia mengkritik pelaksanaannya yang tergesa-gesa dan kurang matang. “Ide bagus yang dikemas asal-asalan justru menjadi bumerang. Pengesahan Danantara pada 24 Februari 2025 memicu reaksi keras dari pasar,” ungkapnya. Data yang ia miliki menunjukkan investor asing menarik dana hingga Rp 24 triliun, termasuk Rp 3,47 triliun hanya sehari setelah pengesahan Danantara.

Menurut Didik, pemerintah harus menghentikan kebiasaan meluncurkan kebijakan mendadak tanpa persiapan matang, karena hal ini justru memicu ketidakpercayaan. “Jika dibiarkan, ini bisa menjadi ‘vote of no confidence’ dari pasar terhadap pemerintah. Pemerintah harus lebih ramah dan mendekati pasar dengan kebijakan yang mendukung,” sarannya.

Fiskal Bermasalah dan Ketidakpercayaan terhadap APBN

Selain isu politik, Didik juga menyoroti kebijakan fiskal yang dinilai membahayakan stabilitas ekonomi. Ia menyebutkan sejumlah masalah, seperti defisit anggaran yang melebar, penerimaan pajak yang tersendat, serta pengelolaan APBN yang tidak prudent. “APBN yang sudah bermasalah sejak pemerintahan sebelumnya kini semakin diperparah dengan pendekatan komando, bukan proses demokratis yang terbuka dan logis,” kritiknya.

Ia juga menyinggung sikap pemerintah yang kerap menampik kritik terkait utang dan mengabaikan masukan dari para ahli ekonomi. “Pasar melihat kebijakan fiskal saat ini sebagai ancaman terhadap makroekonomi, termasuk pertumbuhan, inflasi, dan nilai tukar. Investor lebih memilih menarik dana ketimbang menanggung risiko kerugian besar,” jelas Didik.

Tantangan Pertumbuhan Ekonomi

Dengan kondisi ini, Didik meragukan janji kampanye pemerintah untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8%. “Lupakan dulu mimpi itu. Pemerintah perlu fokus memperbaiki hubungan dengan pasar dan membuat kebijakan yang realistis,” tambahnya. Ia menekankan bahwa tanpa perbaikan segera, kepercayaan investor akan terus merosot, sehingga menghambat masuknya investasi ke Indonesia.

Didik mengakhiri pernyataannya dengan seruan kepada pemerintah untuk membuka diri terhadap kritik dan memperbaiki pendekatan kebijakan. “Sumber masalahnya sudah jelas. Tinggal bagaimana pemerintah menyikapinya. Jika tidak ada langkah konkret, dampaknya akan semakin parah bagi perekonomian nasional,” pungkasnya.

(kkz/kkz)

Kevin Khanza

Kevin Khanza

indikatorbisnis.com adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.

Rekomendasi

Berita Lainnya

Rupiah Menguat, Surplus Neraca Perdagangan Dukung Penguatan

Rupiah Menguat, Surplus Neraca Perdagangan Dukung Penguatan

Harga Emas Perhiasan 24 Karat Tetap Stabil, Investor dan Pembeli Menahan Langkah

Harga Emas Perhiasan 24 Karat Tetap Stabil, Investor dan Pembeli Menahan Langkah

Skema Angsuran KUR BRI 2025: Pinjaman Rp100 Juta Cicilan Maksimal 60 Bulan

Skema Angsuran KUR BRI 2025: Pinjaman Rp100 Juta Cicilan Maksimal 60 Bulan

Tabel Angsuran KUR BNI 2025 Pinjaman hingga Rp500 Juta, Pinjaman Modal dengan Tenor Panjang

Tabel Angsuran KUR BNI 2025 Pinjaman hingga Rp500 Juta, Pinjaman Modal dengan Tenor Panjang

Tabel Angsuran KUR BCA 2025 Rp100 Juta Tenor Hingga 5 Tahun, Syarat Mengajukan KUR BCA 2025

Tabel Angsuran KUR BCA 2025 Rp100 Juta Tenor Hingga 5 Tahun, Syarat Mengajukan KUR BCA 2025