JAKARTA - Upaya pemerintah Indonesia memperkuat posisi di PT Freeport Indonesia (PTFI) melalui Mining Industry Indonesia (MIND ID) memasuki tahap krusial. Bukan hanya soal penambahan saham, tetapi juga soal kendali dan transparansi perusahaan tambang raksasa ini di masa mendatang.
Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Andre Rosiade, menegaskan bahwa proses divestasi saham Freeport yang selama ini dinantikan publik sudah di ambang finalisasi. Menurutnya, pada Oktober 2025 Indonesia dipastikan mendapatkan tambahan saham sebesar 10%–12% di Freeport Indonesia.
“Bapak, Ibu, semuanya, saya mau informasikan bahwa bulan Oktober ini, tahun 2025, sesuai perintah Presiden Prabowo ke Danantara Insyaallah kita akan dapat tambahan saham Freeport sebesar 10%-12%,” ungkap Andre usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) di gedung DPR RI, Senin (29 September 2025).
Penambahan ini akan membuat kepemilikan saham pemerintah Indonesia di Freeport otomatis lebih dari 51%. Jika tambahan saham mencapai 12%, porsi kepemilikan nasional bisa menyentuh angka 63%.
“Jadi kalau selama ini kita punya 51%, otomatis di Oktober 2025 ini saham Freeport dimiliki oleh pemerintah di atas 60%. Ya bisa 61%, bisa 63%,” jelas dia.
Dampak Penambahan Saham: Kewajiban Freeport Lebih Besar
Dengan status mayoritas yang lebih dominan, pemerintah Indonesia memiliki peluang lebih luas untuk memastikan kebijakan pertambangan Freeport selaras dengan kepentingan nasional. Andre menekankan bahwa kepemilikan saham di atas 60% berarti Freeport wajib lebih terbuka kepada lembaga-lembaga negara, termasuk DPR RI.
“Berarti tidak ada alasan Dirut Freeport tidak datang ke RDP komisi VI ataupun rapat-rapat lain di komisi yang lain di DPR RI Karena jelas, pemilikan sahamnya jelas adalah pemerintah Republik Indonesia,” tegas Andre.
Pernyataan ini menegaskan bahwa semakin besar kepemilikan pemerintah, semakin besar pula hak pengawasan yang bisa dilakukan terhadap manajemen dan operasional Freeport Indonesia.
Konfirmasi dari Kementerian ESDM
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia juga menyampaikan pernyataan serupa. Menurutnya, keputusan akhir terkait penambahan saham Freeport ditarget selesai pada Oktober 2025.
“Nah, tahapan-tahapan ini yang sekarang kita lakukan. Nanti kalau sudah selesai, saya rencana mungkin di awal di Oktober, baru kami akan melakukan final dengan pihak Freeport,” ungkap Bahlil saat ditemui di kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (26 September 2025).
Keterangan Bahlil memperkuat optimisme publik bahwa proses divestasi saham Freeport ini akan segera tuntas, sehingga Indonesia bisa semakin leluasa menentukan arah kebijakan perusahaan tambang emas dan tembaga terbesar di tanah air tersebut.
Pembahasan Divestasi dan Perpanjangan IUPK
Selain soal penambahan saham, Bahlil juga menjelaskan bahwa pembicaraan dengan Freeport McMoran dan Freeport Indonesia tidak hanya membahas divestasi, tetapi juga perpanjangan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) PTFI setelah tahun 2041.
“Saya empat hari lalu melakukan rapat dengan Freeport McMoran, dengan Presiden Freeport Indonesia, Pak Tony, untuk melanjutkan apa yang menjadi arahan Bapak Presiden memperjelas terhadap proses perpanjangan Freeport yang selesainya 2041 kita harus perpanjang lebih dari itu,” ungkapnya.
Pernyataan ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak hanya fokus pada kepemilikan saham, tetapi juga pada keberlanjutan izin operasional Freeport agar sejalan dengan visi jangka panjang pengelolaan sumber daya alam nasional.
Harapan terhadap Transparansi dan Manfaat bagi Negara
Penambahan saham Freeport menjadi momentum penting untuk meningkatkan kontribusi perusahaan terhadap penerimaan negara, membuka lapangan kerja, dan memastikan praktik pertambangan yang berkelanjutan. Dengan kepemilikan lebih dari 60%, pemerintah Indonesia diharapkan dapat lebih leluasa menetapkan kebijakan yang pro-rakyat sekaligus menjaga kelestarian lingkungan di sekitar wilayah operasional.
Selain itu, kepemilikan mayoritas memungkinkan pemerintah memaksimalkan peran Freeport sebagai mitra strategis dalam mendukung hilirisasi mineral, pengembangan industri nasional, dan meningkatkan kapasitas sumber daya manusia Indonesia di sektor pertambangan.
Pengawasan DPR dan Partisipasi Publik
Andre Rosiade mengingatkan bahwa dengan mayoritas kepemilikan, Freeport wajib hadir dalam rapat-rapat di DPR. Hal ini membuka peluang lebih besar bagi parlemen untuk melakukan pengawasan sekaligus mendengar aspirasi masyarakat terkait kinerja perusahaan.
Partisipasi publik juga menjadi faktor penting. Semakin banyak masyarakat mengetahui proses divestasi ini, semakin besar pula dukungan bagi pemerintah untuk memastikan manfaat Freeport lebih optimal bagi perekonomian nasional.