
JAKARTA - Sepekan terakhir, masyarakat di berbagai daerah di Indonesia mengeluhkan cuaca yang terasa sangat terik dan menyengat. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat bahwa pada periode 22–29 September 2025, suhu udara maksimum di sejumlah wilayah sering kali melampaui 35 bahkan hingga 37 derajat Celsius. Fenomena panas ini menimbulkan pertanyaan publik mengenai penyebabnya.
BMKG: Suhu Tinggi Dipicu Musim Kemarau
Deputi Meteorologi Publik BMKG, Andri Ramadhani, menegaskan bahwa kondisi panas tersebut merupakan dampak alami dari musim kemarau yang masih berlangsung di sebagian besar wilayah Indonesia. Udara kering dan langit yang cerah menyebabkan sinar matahari terasa lebih menyengat pada siang hari.
Baca JugaMarcus Rashford Gacor di Barcelona, Masa Depan Masih Misterius
“Nilai suhu maksimum sering melebihi 35 derajat Celcius dan tersebar di sebagian wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara, Jawa, dan Kalimantan. Suhu tertinggi tercatat di Makassar pada 27 September 2025 hingga mencapai 37 derajat Celcius,” kata Andri di Jakarta, Senin (29 September 2025) dikutip dari Antara.
Penjelasan ini menunjukkan bahwa kondisi panas ekstrem bukanlah fenomena baru, melainkan siklus iklim tahunan yang kerap terjadi saat kemarau mencapai puncaknya.
Faktor Udara Kering dan Langit Cerah
Andri menambahkan, minimnya pembentukan awan juga berperan besar membuat cuaca terasa lebih panas. Awan yang jarang terbentuk mengurangi perlindungan alami dari radiasi matahari sehingga panas terasa lebih intens di permukaan bumi.
Selain itu, angin Monsun Timur dari Australia yang berhembus ke wilayah Indonesia membawa massa udara kering. Kondisi ini menurunkan kelembapan udara di berbagai wilayah, memperkuat efek panas yang dirasakan masyarakat.
“Sedikitnya pembentukan awan membuat cuaca terasa lebih panas dan cukup terik. Angin Monsun Timur dari Australia juga membawa massa udara kering yang menurunkan kelembapan udara di berbagai wilayah,” jelasnya.
Wilayah-Wilayah dengan Suhu Tertinggi
Menurut catatan BMKG, fenomena panas ini menyebar di banyak daerah, terutama:
Sebagian Sulawesi
Nusa Tenggara
Jawa
Kalimantan
Suhu tertinggi mencapai 37 derajat Celsius di Makassar pada 27 September 2025. Angka ini menjadi salah satu yang paling mencolok dalam catatan suhu akhir September tahun ini.
Masyarakat Diminta Bijak Menghadapi Cuaca Terik
BMKG melalui pernyataan Andri Ramadhani juga mengimbau masyarakat untuk menjaga kondisi tubuh agar tidak terdampak buruk oleh cuaca panas. Antara lain dengan memperbanyak konsumsi air putih, mengenakan pakaian yang nyaman dan longgar, serta membatasi aktivitas di luar ruangan saat siang hari.
Meski suhu tinggi ini terkesan ekstrem, fenomena tersebut masih dalam batas normal untuk periode kemarau. Namun, kewaspadaan tetap perlu agar dampaknya terhadap kesehatan tidak mengganggu aktivitas sehari-hari.
Fenomena Panas Akhir September Bukan Hal Baru
Fenomena panas di akhir September memang kerap terjadi di Indonesia, khususnya pada tahun-tahun dengan kemarau panjang. Berdasarkan catatan iklim BMKG, periode transisi kemarau menuju musim hujan sering diwarnai suhu tinggi pada siang hari karena langit cerah dan kelembapan udara rendah.
Perbedaan kali ini terletak pada persebaran suhu tinggi yang cukup luas, meliputi beberapa pulau besar sekaligus. Karena itu, kesadaran publik untuk memahami fenomena iklim menjadi penting agar tidak menimbulkan kepanikan atau salah persepsi.
Peran BMKG dalam Edukasi Cuaca Ekstrem
Sebagai lembaga resmi, BMKG berkomitmen untuk terus menyampaikan informasi cuaca dan iklim secara akurat dan terkini. Laporan yang dirilis pada 29 September 2025 menjadi contoh upaya lembaga ini dalam memberi pemahaman kepada masyarakat mengenai penyebab cuaca panas yang mereka rasakan.
Dengan pemahaman yang tepat, masyarakat diharapkan lebih siap menghadapi fenomena cuaca ekstrem, baik panas, hujan lebat, maupun angin kencang. Edukasi ini juga membantu mengurangi penyebaran kabar yang keliru di media sosial terkait perubahan iklim.
Kaitan dengan Perubahan Iklim Global?
Meski BMKG menegaskan fenomena panas kali ini sebagai dampak musim kemarau, sebagian pengamat menilai perubahan iklim global juga dapat memperburuk intensitas cuaca ekstrem. Tren suhu global yang meningkat berpotensi memperpanjang musim kemarau atau mempertinggi suhu maksimum.
Namun, untuk kasus akhir September 2025, BMKG belum mengaitkan secara langsung dengan tren perubahan iklim global. Fokus utama lembaga ini tetap pada analisis kondisi atmosfer lokal yang memicu suhu tinggi.
Kesimpulan: Panas Ekstrem Masih Efek Kemarau
Cuaca panas yang melanda sebagian wilayah Indonesia pada 22–29 September 2025 dipastikan sebagai efek musim kemarau, minimnya awan, dan massa udara kering dari Australia. Suhu udara yang mencapai 35–37 derajat Celsius, terutama di Makassar, menjadi catatan penting BMKG.
Masyarakat diimbau untuk tetap tenang, menjaga kesehatan, dan memantau informasi resmi dari BMKG terkait perkembangan cuaca. Dengan kesiapan yang baik, fenomena panas tahunan ini dapat dihadapi tanpa menimbulkan dampak kesehatan yang serius.

Aldi
indikatorbisnis.com adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Detail Spesifikasi Lengkap Huawei MatePad 11.5 dan Fitur Unggulannya
- Selasa, 30 September 2025
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
ESDM Desak Shell Cs Rutin Beli BBM dari Pertamina
- 30 September 2025
2.
Strategi Sukses Mega Proyek Perikanan Rp72 Triliun Versi Pakar
- 30 September 2025
3.
Subsidi Energi 2024: Pemerintah Klaim Lunas, DPR Beda Data
- 30 September 2025
4.
Subsidi Energi 2025 Belum Tepat Sasaran, Menkeu Siapkan Transformasi
- 30 September 2025
5.
Harga CPO Turun Tertekan Minyak Nabati dan Minyak Mentah
- 30 September 2025